Kamis pagi, di hari Kesaktian Pancasila, aku nikmati kuliah pagi dengan Cleopatra, gadis cantik di
Mesir ratusan tahun sebelum masehi, dengan perantara G. Bernard Shaw dan Manda
Milawati Atmojo. Ia dibukukan dalam Cleopatra
(2002, cetakan III) dan diterbitkan Avyrouz, Yogyakarta. Di sela-sela
obrolan, seorang teman berbisik informasi tentang Najwa Shihab “Gak ikut acara Meet and Greet Najwa Shihab di UMM ta?
Bayar 50 ribu, dapat buku.” Aku tertarik untuk mengetahui informasi lebih
banyak. Aku berbisik menukarkan kalimat tanya dengan kalimat jawaban. Aku
dapatkan cukup informasi. Aku putuskan untuk ikut meskipun artinya aku akan
merelakan satu mata kuliah.
Aku segera kembali
ke kamar untuk mengedit tulisan-tulisan Aksara, buletin sinau mingguan,
edisi kedua. Jam 15.00 disepakati teman-teman Detak Aksara untuk berkumpul di
Taman Merjosari dalam rangka menunaikan ibadah sinau. Jam 12.00, aku berangkat
ke UMM untuk bertemu kekasih baru, Najwa Shihab, dengan penulis buku Mata Najwa Mantra Layar Kaca (2015, cetakan
II), Fenty Effendy. Buku berisi cerita perjalanan lima tahun Mata Najwa. Aku
merasa buku itu yang memanggilku, bukan Mbak Nana (sapaan akrab Najwa Shihab)
atau pun Mbak Fenty.
Acara berlangsung
seru. Ada gelak tawa dan tepuk meriah. Juga ada kilatan kamera. Bahkan dalam
sesi tanya jawab, saat Mbak Nana mendekati hadirin, ada yang memaksakan diri
untuk ber-selfie bersamanya. Akhirnya acara selesai. Mbak Nana dan Mbak Fenty
sibuk memberikan tanda tangan pada peminta. Setelah tanda tangan, ada yang meminta
berfoto dan tentu ber-selfie. Giliranku tiba, terjadilah percakapan:
Mbak Nana: Hai,
siapa namanya?
Aku: Kancil Mbak.
Aku gak minta foto bareng Mbak tapi aku minta kata-kata dari sampean saja.
Mbak Nana: Baik.
Kancil kuliah di mana? Jurusan apa?
Aku: Unisma,
Universitas Islam Malang, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
Mbak Nana: Ok.
“Untuk Kancil, semoga berani bermimpi
Aku: Loh Mbak kok
disuruh jadi pemimpi, tukang tidur?
Mbak Nana: Haha,
iya tak tambahin “dan berkarya untuk negeri!”
Aku: Lah ini baru bener
Mbak Nana: Kancil,
sampai ketemu Sabtu besok di Batu ya?
Aku: Iya Mbak.
(dalam hati menggerutu ‘waduh, aku belum daftar yang di Batu. Aku tak merasa
terpanggil’)
Aku menjabatnya
“Terima kasih Mbak”. “Iya Kancil, sama-sama”. Lalu aku mengantri ke Mbak Fenty.
Obrolan singkat terjadi, beliau menawariku dua tulisan “Semoga jadi penulis” atau
“Semoga cepat lulus”. Tentu aku memeilih yang pertama. Akhirnya beliau
menuliskan “Buat Kancil semoga jadi penulis andal!”. Sebelum pergi, kukasihkan
buletin edisi perdana Aksara kepada beliau “Ini kami belajar menulis, kalau mau
menyapa teman-teman bisa kirim ke email redaksi”. Beliau tersenyum seraya
berkata “iya. Baik.” Tetapi aku ragu, apakah beliau akan benar mengirim kalimat
sapa ke email yang tertera. Entahlah, aku tak mau berharap. Jika Aksara
memanggilnya, tentu ia akan mengirim tulisan. Yang terpenting, aku sudah
menghormati teman-teman yang menyumbangkan tulisan sebagai pondasi pendirian
Detak Aksara dalam buletin Aksara. Aksara sudah sampai di tangan Uun Nurcahyanti,
pengampuh kelas Bahasa Pare, Bandung Mawardi, pengasuh Jagat Abjad Surakarta,
dan Fenty Effendy, penulis Mata Najwa
Mantra Layar Kaca.
Sorenya, aku
menghadirkan tubuh dan pikiranku di Taman Merjosari bersama teman-teman Detak
Aksara. Kusampaikan penghormatanku pada tulisan mereka. Semoga menjadi tambahan
semangat teman-teman untuk terus menulis. Akhirnya, selamat menulis. Perjalanan kita masih panjang dan lama
Malang, 02 Oktober 2015
Malang, 02 Oktober 2015