MENGENAL ALAM SEKOLAH
Hari
pertama adalah hari yang berkesan dan berpengaruh untuk hari kedepannya. Ada
sekian orang takut pada hari pertama dan memilih menunda rencana yang telah
disiapkan. Tak sadar, bahwa penundaan yang demikian akan mengundang penundaan
pada hari selanjutnya. Seperti halya, kala kita ingin aktif berbicara dalam
sebuah forum. Lalu kita memilih hari esok karena malu. Esoknya kita pun kembali
malu dan memilih menunda lagi. Begitu seterusnya.
Hari
ini, Senin (25/07) adalah hari pertamaku memasuki gerbang sekolah sebagai
praktikan PPL. Ada beberapa teman yang berpamitan ke kamar mandi setelah
memasuki ruangan penerimaan dari pihak sekolah. Sikap yang demikian, biasanya
adalah efek dari kegugupan. Aku pun pernah mesti bolak-balik kamar mandi karena
kalah dengan rasa gugupku. Saat menunggu Kepala Sekolah datang, aku sempatkan
mengobrol dengan Dosen Pendamping Lapangan (DPL) prihal PPL yang dipadukan
dengan KKN untuk pertama kalinya diterapkan di kampus Unisma.
Dari
obrolan dengannya, aku membuat simpulan bahwa DPL kami adalah manusia
pembelajar yang baik. Ia tak segan bercerita bahwa dirinya tak begitu paham
akan PPL KKN Terpadu bahkan KKN-E. Tak semua manusia berani jujur akan
ketidaktahuannya sebab merasa pandai. Ia pantas menjadi pendamping kami dengan
modal kejujuran. Dalam serat Mahkuto Romo yakni kitab Jawa tentang
kepemimpinan, pemimpin mesti jujur; jujur pada diri sendiri, jujur pada manusia
yang lain, jujur pada alam, entah yang dua aku lupa, intinya jujur.
Obrolan
mesti terputus dengan datangnya Kepala Sekolah. Dalam sambutannya ia
menyampaikan banyak hal, pesan berupa ajakan dan larangan juga doa. Ia awali semua
itu denga ucapan maaf atas keterlambatannya memasuki ruangan. Aku pun membuat
simpulan bahwa ia adalah manusia hebat sebab berani meminta maaf. Artinya ia
mengakui kesalahanya, dalam kata lain, ia berinsyaf. Meskipun wajarnya, tak
usah meminta maaf karena ia kepala di sekolah tersebut. Aku mencoba memetakan
karakternya, ia adalah manusia jujur yakni jujur atas keterlambatannya dan
jujur akan kurang paham waktu pelaksanaan, di sela sambutannya ia bertanya pada
DPL “Berapa lama waktu pelaksanaan?”. Ia pun humoris karena menyumbang dan
mengajar hadirin untuk tertawa. Kita ingat, bahwa Yosichi Simada dalam novel
apiknya, Nenek Hebat Dari Saga, menuliskan “Tertawalah saat orang lain jatuh,
tertawalah saat diri sendiri jatuh, tertawalah karena semua orang memang lucu.” Selain
itu, ia adalah manusia yang menghargai selainnya. Ia mengetahui perkembagan
kampus yang mengirim praktikan di sekolahnya. Dugaanku, ia juga pegiat
literasi, ia mampu membandingkan dalam sebuah kesimpulan antara manusia
Nusantara dengan selainnya pada bab keramahan.
Ia
pun tak sembrono, sebagai Kepala Sekolah ia mengucapkan kalimat sambutan,
“Selamat datang” yang seringkali terlupa dalam penyambutan. Ia manusia yang
merdeka dan mau berjuang pada pendidikan, berulangkali dia menyampaikan bahwa
tujuan semuanya adalah untuk mendidik generasi bangsa, bukan untuk lembaga yang
bersangkutan. Pesan singkatnya dan penuh penekanan, masih terngiang dalam
telingahku, “Perbanyak belajar!”. Semua laku kita adalah bentuk belajar atau
sinau.
Maka,
begitulah caraku melakukan langkah pertama yakni observasi dan adaptasi.
Terkadang, mengenal selain kita tak harus dengan cara berkenalan tetapi cukup
mengamati dan menerima setiap kata yang disampaikan pada kita, begitu pun pada
pohon, sungai, tembok, batu, kaca, meja, kursi dsb. Pakai telingah hatimu dan
rasakan juga dengarkan bahwa mereka semua sangatlah berisik bahkan lebih berisik
dari siswa sekolah yang kau datangi. Akhirnya, aku tiba-tiba buta dan tak mampu
melihat apa-apa, kecuali puisi.