SELEMBAR
BANNER UNTUK KANTIN PARKIRAN
Tulisan
ini semacam surat terbuka untuk teman-teman aktivis kampus Unisma, entah yang
bergiat di UKM, LGM, DPM, Himaprodi, ataupun BSO. Dengan penuh hormat, aku
minta selembar banner dan juga minta tolong berikan pada Pak De Kantin yang
hanya berpayungkan terpal di parkiran belakang Unisma. Terima kasih atas
pertolongannya. Maaf, aku tak meminta langsung ke sekretariatan kalian semua
karena keterbatasan waktu. Aku percaya, dengan tulisan semacam ini akan lebih
bersuara dari suaraku jika mendatangi satu persatu kalian semua.
Sekitar
pukul 11.50 siang tadi, Unisma diguyur hujan dan kebetulan aku di parkiran
memilih ritual ngopi sambil menunggu hujan menjadi gerimis tipis. Ternyata,
hujan bercampur angin membuka mataku bahwa kantin yang terlihat baik-baik saja
itu akan memberi gelisah saat hujan sedikit arogan. Pak De Kantin (sebutan
dariku yang lupa menanyakan nama) terlihat sangat sibuk melindungi warung dan
pengunjung. Pertama-tama ia dan istrinya memakai jas hujan. Kemudian membalut
stop kontak dengan kresek (demi menghindari konsleting listrik) dan berlari ke
sana ke mari mencari kayu untuk memodifikasi sedemikian rupa atapnya agar tak
ambruk karena genangan air. Katanya sambil tertawa “Jadi tukang dadakan, Mas”. Sesekali
ia gunting (baca: sobek) terpalnya agar genangan air tak tertimbun di atas
warung. Sekian kayu terpasang serabutan di atas kami dan sekian sobekan
mengucurkan air, ternyata tak cukup melindungi kami dari hujan karena sapuhan angin.
Beberapa kali Pak De meminta maaf dan kemakluman kami, mahasiswa yang menyeduh
kopinya. “Kantin dalam kapan selesainya, Pak De?” tanyaku penasaran. “Katanya
sih 4-5 bulan tapi entahlah mungkin bisa sampai satu semester” jawab Pak De dengan
raut muka kecewa.
Ia
pun bercerita bahwa mungkin sesegera mungkin diusahakan penutup warung yang
lebih baik. Aku pun sarangkan meminta banner ke teman-teman UKM Unisma yang
jaraknya hanya sekian meter dari warungnya Pak De. “Yapa yo ngomonge, sungkan
karo arek-arek (bagaimana ya bilangnya, sungkan sama anak-anak)?” jawab Pak De,
“tapi kemarin-kemarin ada yang janjiin cuma gak tau belum juga dikasih” lanjutnya.
“Coba nanti tak ngomong temen-temen, Pak De siapa tahu ada banner nganggur”
sahutku sebelum meninggalkan warung yang dulunya ada di kantin tengah dan
menyaksikan cerita-cerita mahasiswa dari sekian tahun angkatan sebelum
kita-kita.
Terima
kasih untuk siapa saja yang sudah berfikiran memberi Pak De banner seperti yang
diceritakan Pak De dan terima kasih untuk siapa saja yang setelah membaca
tulisan ini berkenan memberikan banner atau semacamnya untuk modifikasi warung
Pak De. Mungkin bagi sebagian kita, inventaris banner sangat penting tapi mungkin
tidak kalah pentingnya mengingat Pak De membutuhkan banner untuk warungnya.
Terima kasih siapa saja yang mau membaca, membantu menyampaikan tulisan ini
pada aktivis Unisma, dan membantu doa.