Di hari
pemilihan pemimpin, acapkali kita menemui antusiasme masyarakat dalam mendukung
dan mendoakan calon-calon. Hal ini kemudian luntur, menjadi hanya ritual
formalitas. Masyarakat sudah sekian kali tertipu dan kecewa dalam memilih
pemimpin. Visi dan misi tak lagi menjadi kiblat pemimpin terpilih kedepannya. Maka,
tahun ke tahun kita tak mampu mengurangi angka golput.
Universitas Islam
Malang (Unisma) sebagai pedoman universitas-universitas berlabel “Nahdatul
Ulama” se-Indonesia pun tampaknya tak mampu menyajikan contoh “baik” dalam
Pemira. Hal yang paling menonjol terlihat adalah kecuekan mahasiswa Unisma
dalam mengawal jalannya Pemira. Ini hanya tulisan sederhana yang
sumber-sumbernya didapat dari percakapan-percakapan yang tak perlu saya rekam
sebab ini bukan investigasi melainkan sekedar opini. Boleh diterima dan sangat
boleh ditolak. Sekali lagi, tulisan ini sangat terlambat; terlambat untuk
dipikirkan, terlambat untuk dituliskan, terlambat untuk dibagikan tetapi semoga
tidak terlambat untuk sekedar dibaca dan dipikirkan ulang.
Realita Pemira
Saat Pemira
berlangsung, ada saja suara-suara sederhana yang jika dipahami baik-baik bisa
saja hilang kesederhanaannya “Ada acara
apa yak kok banyak terop?”, “Ah males
milih”, “Belum tahu milih yang mana”,
dsb. Kita bisa simpulkan, bahwa mahasiswa memang tak serius memikirkan
kepemimpinan di Unisma. Hal ini pun sebaiknya dianggap sebagai tamparan bagi
Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) selaku “penanggungjawab” Pemira. Pasalnya,
suara-suara tersebut memberi kesimpulan lain yakni ketidaktertarikan mahasiswa
meramaikan Pemira. Ada dua faktor yang patut diduga; Pertama, Mahasiswa Unisma
tidak paham betapa pentingnya Pemira sebagai penentu sosok yang bakal memimpin
dan peduli mereka. Meminjam bahasa Soekarno, sosok “Penyambung Lidah”
Mahasiswa. Kedua, Mahasiswa Unisma tidak lagi percaya DPM sebagai penyelenggara
Pemira.
Kita perlu
mengapresiasi tulisan-tulisan Mahasiswa Unisma dalam beberapa blog; Hariono
dengan judul Pemira Unisma Berjalan Secara Inkonstitusional (2016) dan
Misbahuddin dengan judul Dinamika Kepemimpinan Kampus (2016). Hariono menulis secara rinci
daftar kekecewaannya akan penyelenggara Pemira. Meski tulisan terkesan emosional
dan tidak terlalu enak dibaca, semoga bisa memberi pemahaman bahwa inti dari tulisannya
adalah Pemira pada tanggal 15 Desember 2016 tidak syah secara hukum dengan
rangkaian penjelasan. Sedang Misbahuddin menulis secara umum pemahaman ulang
akan perpolitikan di kampus yang seharusnya menjadi dunia saing mahasiswa dalam
mewujudkan diri sebagai pewujud cita-cita mulia “agen of change” yang diharapkan mampu memberikan perubahan yang
lebih baik dengan masing-masing ideologi tetapi kemudian, politik kampus
disalahpahami sebagai perebutan posisi strategis. Tulisan, memberi kita
pemahaman cara bersaing ala mahasiswa, terkhusus bagi “aktivis luar” atau OMEK
yang seringkali menjadi organisasi yang begitu peduli pada kursi kepemimpinan “Presiden
Mahasiswa”. Sekali lagi, kita perlu mengapresiasi mereka berdua yang
menunjukkan kepeduliaan mereka pada Unisma dengan laku menulis. Barangkali,
masih ada tulisan-tulisan lain yang berbicara prihal Unisma.
Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) di Unisma pun terbilang cuek mengawal Pemira kali ini. Tahun
lalu, kita masih mendapati LPM Fenomena berbagi lembaran Buletin Fenomena
(Bulfen) yang berisi tulisan-tulisan calon pemimpin baik lingkup Universitas
atau Fakultas. Meski tak semua tulisan bisa diterbitkan terkait izin penulis,
setidaknya LPM Fenomena sudah menunjukkan kepeduliannya dalam mengawal Pemira. Kala
itu, LPM Fenomena menilai bahwa dengan membaca tulisan-tulisan calon pemimpin,
mahasiswa Unisma bisa mengukur “kadar interlektualitas” masing-masing calon. Kita pun tak seharusnya menghakimi LPM Fenomena, sebab ini bukan tugasnya mencakup wilayah Universitas, ini tugas UKM Pers Kanjuruhan yang tidak bisa dihidupkan kembali dengan pelbagai alasan. LPM Fenomena FKIP, LPM MEI FE dan LPM Radix F. Pertanian adalah Pers ligkup fakultas yang disibukkan dengan tuntutan majalah. Semoga UKM Pers Kanjuruhan Unisma bisa hidup kembali dan mengawal kebijakan-kebijakan Unisma demi kemaslahatan bersama.
Dalam tulisan
ini pun, saya menyampaikan maaf pada penyelaggar Pemira karena tidak jadi nyoblos. Saya katakana tidak jadi karena
kami (saya dan teman-teman kelas) sudah menuju lokasi dan ternyata Pemira
sedang break (istirahat duhur) dan
kami disuruh menunggu sampai puku 12.00 yang saat itu masih 11.30. Artinya, kami
mesti menunggu 30 menit untuk bisa nyoblos.
Gila. Itu kesan pertama saya. Pemira yang berlangsung setengah hari saja mesti break untuk waktu duhur. Akhirnya, kami
tak jadi nyoblos. Kami pulang ke
masing-masing kos sebab kami tak merasa butuh Pemira dan barangkali Pemira pun
tak butuh kami. Maka, mungkin kita memang tak saling butuh.
Masa Depan Unisma
Apapun yang
telah terjadi, patut kita jadikan pelajaran; ingatan dan peringatan sebagai
bekal kedepannya dan siapaun yang terpilih, patut kita dukung dan kawal untuk
menuju Unisma yang dicita-citakan. Perlu diketahui, bahwa Unisma didirkan
pembaca buku. Sebut, KH. Oesman Mansyur seorang pembaca tekun sampai membuat
istrinya cemburu pada buku. Tiada hari tanpa membaca. Indonesia pun diperjuangkan
para pembaca buku. Sebut Soekarno, Hatta, Gie, Tan Malaka bahkan mereka pun tak
segan untuk berhutang buku.
Laku berbuku
membawa mereka pada pemahaman-pemahaman penting. Mereka mampu melihat masa
depan dengan berkaca pada sejarah di balik buku-buku. Ideologi masing-masing
tak menghalangi satu pemahaman penting bahwa Indonesia haru merdeka! Maka,
semoga mahasiswa Unisma lebih tekun membaca terkhusus pemimpin-pemimpin yang
dipercaya memberi perubahan yang lebih baik. Barangkali seperti itu.
Daftar Rujukan:
Hariono (2106) http://bobadgan.blogspot.co.id/
Misbahuddin (2016) http://misbahuddinalmutaali.blogspot.co.id/2016/12/dinamika-kepemimpinan-kampus.html
Sepenggal kata dari Bung Hatta "the right men in the right place" yg masih abu" di Rana kanca mahasiswa terkhusus pemimpin kampua
BalasHapusMungkin pula sebab kegagalan kita beradaptasi dengan lingkungan kampus, atau memang kampus sebenarnya bukanlah tempat yang pas untuk kita.
Hapus