Rabu, 07 Desember 2016

SURAT UNTUK CAPRES CAWAPRES UNISMA




Dengan segala hormat, aku sampaikan salam restu untuk kalian semua; Capres & Cawapres dengan masing-masing nomor urut yakni satu dan dua. Maaf untuk memakai diksi yang mungkin tidak sopan yakni aku dan kalian, bukan saya dan anda semua. Sudah beberapa hari, mungkin beberap minggu, yang lalu aku mendengar prihal Capres & Cawapres untuk BEMU sebagai organisasi intra tertinggi di kampus Unisma yang juga semakin menjulang tinggi. Maksudku gedung-gedungnya dan barangkali prestasinya juga.
Tulisan ini bukan sebuah nasehat atau semacamnya, melainkan permintaan maaf saja. Sebenarnya seperti itu, tapi entah apa jadinya karena seperti keyakinanku bahwa kata milik penulis dan makna milik pembaca. Jadi silahkan dimaknai apa saja. Dari lubuk hati yang terdalam, aku sampaikan mohon maaf karena masih belum bisa memilih dan mungkin tidak memilih nantinya.
Aku belum tahu atas dasar apa, aku memilih?
Aku memang bukan orang yang cerdas dalam hal memilih dan memilah tetapi aku cukup cerdas untuk memilih kenihilan atau tidak memilih siapapun dan tidak berpihak manapun. Selain tidak cerdas, aku pun tidak mudah percaya. Tidak saja pada orang lain, bahkan pada diri sendiri pun aku sering tidak percaya, maksudku tidak percaya diri.
Aku tidak bisa terburu-buru untuk memilih dengan hanya membaca visi dan misi kalian. Kupikir semua yang normal tahu bahwa visi dan misi itu selalu berisikan kalimat-kalimat baik dan mulia. Karena pemahaman itu pula aku sampai sekarang belum membaca visi misi kalian dan mohon dimaafkan jika memang menulisnya dengan penuh keikhlasan.
Aku tidak bisa terburu-buru untuk memilih dengan hanya menyaksikan perdebatan kalian. Aku sempat beberapa menit menyaksikan perdebatan dan aku pun sudah bersiap diri untuk prihatin sebelumnya. Perdebatan hanya bertujuan saling menjatuhkan. Berbeda dengan musyawarah yang saling menolong yang terjatuh untuk sama-sama bangkit.
Aku belum tahu atas dasar apa, aku memilih?
Kenal pun tidak. Harap makluk karena aku memang bukan aktivis di BEM ataupun DPM, aku hanya mahasiswa yang suka semua hal tentang puisi; membaca puisi dan menulis puisi, bukan mahasiswa yang suka kedudukan (baca: politik). Bahkan sampai sekarang pun aku belum kenal sebatas nama kalian apalagi sikap dan pemikiran.
Aku sempat menulis puisi, siang ini:


PEMIRA UNISMA

Justru aku mendukung kalian Capres dan
Cawapres dengan cara tidak memilih.

Jika aku memilih salah satu saja, aku menjatuhkan
satu lainnya. Jika aku memilih keduanya, tentu
sangat bodoh sekali diriku membuang—
buang waktu.

Jika aku memilih nomor satu saja, aku
tak adil pada nomor dua. Padahal satu dan dua
prihal urutan saja. Sejatinya mereka saudara sebangsa;
bangsa angka.

Lalu, jika aku mesti memilih, atas dasar apa?
Pada kalian aku bertanya.

Kecerdasan?
Aku tak cukup cerdas menilai kecerdasan kalian.
Kenalan?
Aku tak sama sekali kenal kalian.
     Kepercayaan?
     Aku seringkali tak percaya diri apalagi selainku.
     Kasihan?
     Aku lebih kasihan jika kalian terpilih.

Rasa-rasanya memang aku tak ada dasaran untuk memilih
kecuali hati nurani.
Baiklah. Akan kutanyakan pada hati nuraniku,
harus memilih siapa dan jika ia membisu,
aku janji untuk tetap memilih;
kenihilan.


Itulah sekelumit puisiku untuk kalian dan siapa saja yang mau membaca. Inti dari semuanya adalah, aku masih menunggu hati nurani untuk sekedar memutuskan pilihan. Dengan kata lain, tanpa nurani, siapapun dirimu, apapun visi misimu, apapun warna benderamu, maaf aku tak berani memilih. Sekali lagi maaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar