Jumat, 14 Agustus 2015

WAKTU


“Malam yang telah berada di puncaknya bergerak menuju ke wilayah pagi, apa pun yang terjadi sang waktu tak pernah peduli. Waktu bersifat mutlak menggilas apa saja untuk berlalu, untuk melapuk dan membusuk menjadi onggokan masa silam. Tak ada yang abadi, semua berubah. Yang muda menjadi tua, yang hijau lalu menguning. Berubah, semua berubah, tak ada yang abadi. Jika ditanya apakah yang abadi, perubahan itu sendirilah yang bergerak secara abadi (h. 466)”.
Tentu kalimat panjang nan indah itu bukan dari mulutku. Kalimat itu dari Langit Kresna Hariadi dalam novelnya, Gajah Mada Bergelut dalam Kemelut Tahta dan Angkara (2006), terbitan Tiga Serangkai, Solo. Buku itu baru kupinjam dari guru bahasaku seminggu yang lalu. Aku baru katamkan dua jilid, masih ada tiga jilid lagi yang menunggu.
Begitulah pendefinisian waktu oleh Langit Kresna Hariadi. Menggunakan kata menggilas, waktu yang bersifat mutlak menggilas, tentu didasari oleh novelnya yang memang tentang perang yang saling menggilas. Lain cerita jika novel itu menceritakan pelayaran semisal Marcopolo, mungkin akan menggunakan kata mengarungi. Maka tak heran di zaman Nabi, waktu terdefinisikan menjadi pedang. Juga di Barat waktu terdefinisikan sebagai uang. Tentu laku mendefinisikan bukanlah laku sembarangan karena akan berdampak pada laku pemikiran juga perbuatan.
Bagaimana pun waktu didefinisikan, ia terus berjalan sesuai perintah Tuhan. Maju ke depan tanpa menoleh ke belakang. Tugas waktu memanglah bukan sembarang tugas meskipun terkesan hanya berjalan ke depan saja. Ia harus tetap berjalan meskipun jutaan air mata menetes memohon ia berhenti, meskipun caci makian bahkan kutukan menghujani lantaran enggan sejenak untuk berhenti. Waktu yang demikian menyandang tugas berat itu tentu tak luput dari mata Penguasa Semesta. Tuhan menghargai konsistensinya dengan bersumpah atas namanya dalam sebuah kitab, “Demi masa”.
Begitu besar penghargaan Tuhan kepada sang waktu. Bagaimana dengan kita? Sejauh mana kita menghargai dan menghormati sang waktu?
Pare, 12 Agustus 2015