Senin, 25 Juli 2016

Catatan Praktikan PPL 1



MENGENAL ALAM SEKOLAH
Hari pertama adalah hari yang berkesan dan berpengaruh untuk hari kedepannya. Ada sekian orang takut pada hari pertama dan memilih menunda rencana yang telah disiapkan. Tak sadar, bahwa penundaan yang demikian akan mengundang penundaan pada hari selanjutnya. Seperti halya, kala kita ingin aktif berbicara dalam sebuah forum. Lalu kita memilih hari esok karena malu. Esoknya kita pun kembali malu dan memilih menunda lagi. Begitu seterusnya.
Hari ini, Senin (25/07) adalah hari pertamaku memasuki gerbang sekolah sebagai praktikan PPL. Ada beberapa teman yang berpamitan ke kamar mandi setelah memasuki ruangan penerimaan dari pihak sekolah. Sikap yang demikian, biasanya adalah efek dari kegugupan. Aku pun pernah mesti bolak-balik kamar mandi karena kalah dengan rasa gugupku. Saat menunggu Kepala Sekolah datang, aku sempatkan mengobrol dengan Dosen Pendamping Lapangan (DPL) prihal PPL yang dipadukan dengan KKN untuk pertama kalinya diterapkan di kampus Unisma.
Dari obrolan dengannya, aku membuat simpulan bahwa DPL kami adalah manusia pembelajar yang baik. Ia tak segan bercerita bahwa dirinya tak begitu paham akan PPL KKN Terpadu bahkan KKN-E. Tak semua manusia berani jujur akan ketidaktahuannya sebab merasa pandai. Ia pantas menjadi pendamping kami dengan modal kejujuran. Dalam serat Mahkuto Romo yakni kitab Jawa tentang kepemimpinan, pemimpin mesti jujur; jujur pada diri sendiri, jujur pada manusia yang lain, jujur pada alam, entah yang dua aku lupa, intinya jujur.
Obrolan mesti terputus dengan datangnya Kepala Sekolah. Dalam sambutannya ia menyampaikan banyak hal, pesan berupa ajakan dan larangan juga doa. Ia awali semua itu denga ucapan maaf atas keterlambatannya memasuki ruangan. Aku pun membuat simpulan bahwa ia adalah manusia hebat sebab berani meminta maaf. Artinya ia mengakui kesalahanya, dalam kata lain, ia berinsyaf. Meskipun wajarnya, tak usah meminta maaf karena ia kepala di sekolah tersebut. Aku mencoba memetakan karakternya, ia adalah manusia jujur yakni jujur atas keterlambatannya dan jujur akan kurang paham waktu pelaksanaan, di sela sambutannya ia bertanya pada DPL “Berapa lama waktu pelaksanaan?”. Ia pun humoris karena menyumbang dan mengajar hadirin untuk tertawa. Kita ingat, bahwa Yosichi Simada dalam novel apiknya, Nenek Hebat Dari Saga, menuliskan “Tertawalah saat orang lain jatuh, tertawalah saat diri sendiri jatuh, tertawalah karena semua orang memang lucu.” Selain itu, ia adalah manusia yang menghargai selainnya. Ia mengetahui perkembagan kampus yang mengirim praktikan di sekolahnya. Dugaanku, ia juga pegiat literasi, ia mampu membandingkan dalam sebuah kesimpulan antara manusia Nusantara dengan selainnya pada bab keramahan.
Ia pun tak sembrono, sebagai Kepala Sekolah ia mengucapkan kalimat sambutan, “Selamat datang” yang seringkali terlupa dalam penyambutan. Ia manusia yang merdeka dan mau berjuang pada pendidikan, berulangkali dia menyampaikan bahwa tujuan semuanya adalah untuk mendidik generasi bangsa, bukan untuk lembaga yang bersangkutan. Pesan singkatnya dan penuh penekanan, masih terngiang dalam telingahku, “Perbanyak belajar!”. Semua laku kita adalah bentuk belajar atau sinau.
Maka, begitulah caraku melakukan langkah pertama yakni observasi dan adaptasi. Terkadang, mengenal selain kita tak harus dengan cara berkenalan tetapi cukup mengamati dan menerima setiap kata yang disampaikan pada kita, begitu pun pada pohon, sungai, tembok, batu, kaca, meja, kursi dsb. Pakai telingah hatimu dan rasakan juga dengarkan bahwa mereka semua sangatlah berisik bahkan lebih berisik dari siswa sekolah yang kau datangi. Akhirnya, aku tiba-tiba buta dan tak mampu melihat apa-apa, kecuali puisi.

SAPAAN PRAKTIKAN



Aku belum menghitung berapa lama aku menimbah ilmu di Universitas Islam Malang (Unisma) karena kerapkali kala kuliah, hanya tubuhku yang hadir tidak dengan jiwa atau pikiranku. Ia berkelana ke lain waktu ke lain rindu. Terkadang, ia berkelana dengan tamu pikiranku yang kutemu di dalam buku. Semua tiba-tiba terasa aneh karena aku mendapati diriku Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sebuah SMP Negeri kota Malang. Barangkali telah dan bakal ada banyak mahasiswa praktikan yang merasa aneh sepertiku.
Aku tidak berminat menjadi seorang guru sama sekali apalagi menjadi wujud dari ulasan Jawa akan guru yakni digugu dan ditiru karena sebaik-baik guru adalah masing-masing diri kita dan oleh karenanya Suwardi Suryaningrat atau yang lebih akrab dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara yakni Bapak Pendidikan Nasional mengatakan bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah. KHD pun pernah berpendapat bahwa sekolah peninggalan Belanda hanya mampu menghasilkan buruh. Nyatanya memang iya, ada sekian juta manusia Indonesia bersekolah untuk mendapatkan ijazah sebagai syarat melamar pekerjaan atau menjadi buruh.
Ah itu hanya sekian alasan yang tak usah terlalu diulas. Fokus tulisanku kali ini adalah berbagi kata dengan judul sama yakni Catatan Praktikan PPL. Sebelum kecewa aku ingatkan bahwa tulisanku tak usah disamabayangkan seperti tulisan Goenawan Muhammad yakni Catatan Pinggir yang telah terbit jadi sekian jilid buku. Ini hanya tulisan yang tak enak dibaca dan barangkali bakal membantu pembaca menghabiskan waktu dengan sia-sia. Tulisan-tulisan yang akan muncul tak lain sebagai permohonan maaf akan absen panjang di dunia blog. Selama ini, aku lebih aktif di dunia Facebook untuk menyambung silaturahmi dengan teman-teman literasi dari pelbagai bumi pertiwi. Selamat membaca.